JPIC Dalam Terang Ensiklik Laudato Si
P. William Chang OFMCap.- Pada pertemuan JPIC PACC yang dilaksanakan di rumah retret Tirta Ria, Pontianak (28/7/2016), P. William Chang...

https://jpic.kapusin-nias.org/2016/07/jpic-dalam-terang-ensiklik-laudato-si.html
![]() |
P. William Chang OFMCap.- |
Pada pertemuan JPIC PACC yang dilaksanakan di rumah retret Tirta Ria, Pontianak (28/7/2016), P. William Chang OFMCap, dari Provinsi Pontianak, mengajak para peserta pertemuan JPIC PACC mendalami ensiklik yang dikeluarkan oleh Sri Paus Fransiskus di Roma pada tanggal 24 Mei 2015, berjudul: Laudato Si. Menurut rektor STT Pastor Bonus ini, judul ensiklik Laudato Si (Terpujilah Engkau Tuhanku) berasal dari baris pertama Kidung Saudara Matahari yang ditulis oleh Santo Fransiskus Assisi. Dalam ensiklik tersebut, kata-kata yang sering digunakan adalah: "miskin" (61 kali), "krisis" (28 kali) dan "Yesus" (23 kali).
Pastor yang juga bertugas sebagai Vikjen Keuskupan Agung Pontianak ini mengatakan bahwa ensiklik Paus Fransiskus itu berbicara tentang lingkungan atau lebih tepatnya kepedulian terhadap (bumi sebagai) rumah kita bersama. "Rumah kita bersama" merupakan kata kunci yang menunjukkan tujuan penulisan ensiklik ini. Hal ini dapat ditemukan pada kalimat yang ditulis oleh Sri Paus dalam Laudato Si (LS) no. 3: "Dalam ensiklik ini, saya ingin berdialog dengan semua orang tentang rumah kita bersama".
Sejalan dengan itu, Paus Fransiskus sendiri telah mengajak semua orang untuk melakukan pertobatan. Pertobatan yang dibutuhkan sekarang ini ialah pertobatan ekologis. Pertobatan ekologis yang dimaksud ialah bukan hanya perubahan "metanoia" (pertobatan budi) tetapi juga perubahan "metacardia" (pertobatan hati). Dengan kata lain, pertobatan yang dibutuhkan bukan hanya sekedar pertobatan secara intelektual melainkan juga pertobatan secara moral. Karena itu, "Menghayati panggilan untuk melindungi karya Allah adalah bagian penting dari kehidupan yang saleh; dan bukan sebuah opsi atau aspek sekunder dalam pengalaman kristiani" (LS 217).
Dalam ensiklik ini, Sri Paus menyerukan agar manusia melihat realitas sosial dengan pendekatan sakramental. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini merupakan penyataan diri Allah sendiri dan mempunyai keterkaitan satu sama lain (interconnected). Karena itu dibutuhkan perubahan paradigma, yakni perubahan dari "antroposentrisme" (berpusat kepada kemanusiawian) menjadi "kosmosentrisme" (berpusat kepada alam yang teratur dan harmonis). Di samping itu perubahan paradigma juga mengandaikan terjadinya perubahan dari "egologi" (ke-aku-an) menjadi "ekologi" (lingkungan hidup). Dengan demikian pertobatan yang dibutuhkan bersifat holistik. Di sini dibutuhkan penginternalisasian dan penghayatan nilai-nilai universal (keadilan, perdamaian dan keselamatan seluruh ciptaan).
Sebagai implementasi, William Chang menawarkan beberapa hal, yakni: 1) Penghayatan atas spiritualitas JPIC harus dibarengi dengan penghayatan akan spiritualitas lainnya (spiritualitas tempat kerja, spiritualitas lintas budaya dan solidaritas kerohanian). 2) Keluhuran ciptaan mesti digaungkan di dalam pelayanan kita. 3) Semua informasi tentang JPIC harus menjadi formasi dalam hidup panggilan kita. Karena itu dibutuhkan kurikulum tentang JPIC dalam jenjang pendidikan ordo kita.
Pastor yang juga bertugas sebagai Vikjen Keuskupan Agung Pontianak ini mengatakan bahwa ensiklik Paus Fransiskus itu berbicara tentang lingkungan atau lebih tepatnya kepedulian terhadap (bumi sebagai) rumah kita bersama. "Rumah kita bersama" merupakan kata kunci yang menunjukkan tujuan penulisan ensiklik ini. Hal ini dapat ditemukan pada kalimat yang ditulis oleh Sri Paus dalam Laudato Si (LS) no. 3: "Dalam ensiklik ini, saya ingin berdialog dengan semua orang tentang rumah kita bersama".
Sejalan dengan itu, Paus Fransiskus sendiri telah mengajak semua orang untuk melakukan pertobatan. Pertobatan yang dibutuhkan sekarang ini ialah pertobatan ekologis. Pertobatan ekologis yang dimaksud ialah bukan hanya perubahan "metanoia" (pertobatan budi) tetapi juga perubahan "metacardia" (pertobatan hati). Dengan kata lain, pertobatan yang dibutuhkan bukan hanya sekedar pertobatan secara intelektual melainkan juga pertobatan secara moral. Karena itu, "Menghayati panggilan untuk melindungi karya Allah adalah bagian penting dari kehidupan yang saleh; dan bukan sebuah opsi atau aspek sekunder dalam pengalaman kristiani" (LS 217).
Dalam ensiklik ini, Sri Paus menyerukan agar manusia melihat realitas sosial dengan pendekatan sakramental. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini merupakan penyataan diri Allah sendiri dan mempunyai keterkaitan satu sama lain (interconnected). Karena itu dibutuhkan perubahan paradigma, yakni perubahan dari "antroposentrisme" (berpusat kepada kemanusiawian) menjadi "kosmosentrisme" (berpusat kepada alam yang teratur dan harmonis). Di samping itu perubahan paradigma juga mengandaikan terjadinya perubahan dari "egologi" (ke-aku-an) menjadi "ekologi" (lingkungan hidup). Dengan demikian pertobatan yang dibutuhkan bersifat holistik. Di sini dibutuhkan penginternalisasian dan penghayatan nilai-nilai universal (keadilan, perdamaian dan keselamatan seluruh ciptaan).
Sebagai implementasi, William Chang menawarkan beberapa hal, yakni: 1) Penghayatan atas spiritualitas JPIC harus dibarengi dengan penghayatan akan spiritualitas lainnya (spiritualitas tempat kerja, spiritualitas lintas budaya dan solidaritas kerohanian). 2) Keluhuran ciptaan mesti digaungkan di dalam pelayanan kita. 3) Semua informasi tentang JPIC harus menjadi formasi dalam hidup panggilan kita. Karena itu dibutuhkan kurikulum tentang JPIC dalam jenjang pendidikan ordo kita.